Nyepi, Ogoh-ogoh, dan Keseimbangan Hidup Serta Alam

Nyepi dan Ogoh-ogoh, Momen Perenungan untuk Jaga Keseimbangan Hidup dan Alam. source image. Kadek Edi Sumerta/Unsplash

Jika dunia ini bisa untuk berhenti dari segala aktivitasnya hanya satu jam saja, maka banyak energi yang diselamatkan. Tak hanya energi dari bahan bakar saja, tetapi juga manusia.

Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1945 jatuh pada Rabu, 22 Maret 2023 esok. Sudah lebih dari tiga dekade, parade Ogoh-ogoh yang merupakan boneka raksasa yang diarak keliling desa pada malam menjelang Hari Raya Nyepi (Ngerupukan/upacara pembersihan).

Pandemi Covid-19 yang melanda hampir sebagian besar wilayah di seluruh dunia, tak terkecuali, Indonesia dan provinsi Bali sendiri berdampak pada terhalangnya parade ogoh-ogoh selama dua tahun belakangan. Bagaimana pun, tahun ini akan menjadi momen pembuka kemeriahan parade itu kembali. Namun apa hubungannya antara ogoh-ogoh dan Nyepi?

Nyepi sendiri merupakan hari suci bagi umat Hindu tak terkecuali yang ada di Bali, di mana dirayakan setiap Tahun Baru Saka (kalender umat Hindu di Bali dan Lombok). Makna dari perayaan Hari Raya Nyepi ini sendiri bagi umat Hindu diwujudkan dalam penghentiaan aktivitas duniawi dengan hening bermeditasi.

Dilansir dari Indonesiabaik.id, Nyepi yang dilaksanakan umat Hindu memiliki beberapa rangkaian di antaranya,

Upacara Melasti
Dilansir dari Kemenparekraf, ritual pertama yang mengawali perayaan Nyepi di Bali adalah Melasti yang biasanya dilakukan paling lambat pada Tilem Sore. Inti dari acara ini adalah menyucikan Bhuana Alit (alam manusia) dan Bhuana Agung (alam semesta). Kegiatan ini dilakukan di sumber air suci kelebutan, campuan, patirtan, dan segara.

Tawur Kesanga
Setelah Melasti, Tawur Kesanga atau Meracu diadakan pada satu hari sebelum Nyepi di mana memiliki arti dalam bahasa Jawa sama dengan saur atau melunasi utang. Di setiap catus pata (perempatan) desa atau pemukiman mengandung lambang untuk menjaga keseimbangan. Tahapan ini identik dengan pawai ogoh-ogoh yang merepresentasikan dari sifat buruk dan jahat manusia. Biasanya diakhiri ogoh-ogoh dibakar sebagai simbol pembersihan.

Amati Geni
Ada empat berata pantangan yang wajib diikuti pada saat hari raya Nyepi, salah satunya adalah Amati Geni yang berarti berpantang menyalakan api.

Ngembak Geni
Pasca Nyepi dilanjutkan dengan Ngembak Geni di mana masyarakat Bali biasanya akan berkunjung ke sanak saudara untuk melakukan dharma shanti sebagai perwujudan mulainya lembaran baru dengan hati bersih.

Menghaturkan bhakti atau pemujaan
Kegiatan ini dilakukan di balai agung atau pura desa di setiap desa pakraman, setelah kembali dari mekiyis.

Sudah jadi rahasia umum pada Hari Raya Nyepi akan menjalani 3 pantangan, yaitu amati geni (dilarang menyalakan api), amati lelungan (tidak bepergian), dan amati lelanguan (tidak mengadakan hiburan) di mana pembatasan tersebut diterapkan untuk menjadi ruang diam dan melakukan introspeksi serta kontemplasi.

Dilansir dari dari tulisan GPB Suka Arjawa, Profesor Sosiologi dan Agama, Fakultasi Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Udayana di Kompas.id mengungkapkan konteks filsafat ketiga larangan tersebut punya fungsi pengendalian diri dan tertib bermasyarakat. Hal tersebut dibutuhkan karena mengingat dinamika sosial saat ini cukup agresif sehingga butuh waktu untuk refleksi diri.

Kesadaran akan pengendalian diri pada hari raya Nyepi tersebut diharapkan bisa menjadi perenungan setiap individu untuk menyadari setiap perbuatan di masa lalu sehingga bisa berbenah untuk masa depan.

Dalam ritual Hindu khususnya yang ada di bali sendiri juga menerapkan yang sama seperti agama lainnya di mana setiap komunikasi dengan Tuhan harus dilakukan dalam keadaan bersih. Masyarakat Hindu Bali sendiri memiliki ritual seperti prascita (penyucian diri), mecaru (penyucian lingkungan) dan mesucian (penyucian peralatan) sebelum melakukan sembahyang.

Sedangkan ogoh-ogoh sendiri sebenarnya tidak memiliki hubungan secara langsung, tetapi satu hari sebelum Nyepi, dilakukan ritual Buta Yadnya (Bhuta Yajna) di mana merupakan rangkaian upacara untuk menghalau kehadiran bhuta kala yang merupakan manifestasi unsur-unsur negatif dalam kehidupan manusia. Dalam kebudayaan Bali, Ogoh-ogoh menggambarkan kepribadian Bhuta Kala di mana dalam ajaran Hindu merepresentasikan kekuatan (Bhu) alam semesta dan waktu (kala) yang tidak terukur dan terbantahkan.

Ogoh-ogoh berbentuk boneka atau patung dengan ragam rupa yang jadi simbol unsur negatif di sekeliling kehidupan manusia, dahulu terbuat dari kerangka bambu yang dilapisi kertas dan kini banyak yang berbahan dasar styrofoam karena menghasilkan bentuk tiga dimensi yang lebih halus. Pembuatan ogoh-ogoh ini dapat berlangsung sejak berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan sebelum Nyepi.

Sebagai produk budaya yang berakar dari religiositas, Nyepi tak hanya berlaku bagi masyarakat Hindu di Bai saja, tetap bisa jadi inspirasi dan stimulan reformasi budaya di masyarakat, seperti implementasi car free day di kota-kota besar. Bahkan, implementasi Nyepi sendiri juga dilakukan sampai ketingkat dunia, yaitu PBB saat rapat di mana mereka meluangkan waktu 1-2 menit untuk hening sebelum program dimulai.

Sebagai bagian dari instrumen masyarakat di Bali melalui perannya sebagai penyedia jasa layanan koneksi Internet, GlobalXtreme turut merayakan Hari Raya Nyepi.

GlobalXtreme mengucapkan Selamat Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1945.